Penulis : Ahmad Imron / Editor : Mitha K
Makassar (Phinisinews.com) – Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) melalui Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pers Indonesia, kini telah memiliki dan mensahkan 20 orang wartawan sebagai Penguji Kompetensi Wartawan.
Seluruh sertifikat penguji kompetensi sudah diterbitkan dan ditandatangani oleh Ketua BNSP, Kunjung Masehat, SH, MM melalui SK Nomor : Kep 0884/BNSP/SRTF-AK/IV/2021, tanggal 30 April 2021, setelah melalui asesmen asesor Kompetensi tanggal 18 April 2021 di Jakarta.
“Ini sejarah Pers Indonesia, pertama di tanah air sebanyak 20 orang penguji kompetensi wartawan dari BNSP yang semuanya adalah wartawan senior dan pimpinan media,” kata Ketua LSP Pers Indonesia Heintje Mandagie.
Mereka akan bertugas sebagai penguji pada uji kompetensi wartawan muda reporter, muda kameraman, madya dan wartawan utama, yang nanti dilakukan LSP Pers Indonesia dan sertifikat kompetennya dikeluarkan olehi BNSP.
Sejarah juga mencatat bahwa salah satu dari 20 penguji kompetensi wartawan BNSP ini juga pemegang sertifikat Penguji Kompetensi dari Dewan Pers. Artinya dia orang pertama di Indonesia yang memegang dua sertifikat penguji kompetensi dari dua lembaga yang berbeda yakni Direktur Eksekutif Phinisi Pers Multmedia Training Center (P2MTC), Fredrich Kuen, M.Si.
Ketika Pers Mengkonfirmasi kepada Fredrich Kuen di tengah kesibukannya melakukan pelatihan (16 jam) jurnalistik multitaskin, memandu praktek pengambilan gambar (fotoshoot dan videoshoot) lima angle fotografi (sudut pengambilan gambar) secara konvensional dan menggunakan drone dengan memakai kamera telepon genggam (hand phone) untuk bird eye angle, high angle, eye level angle, low angle dan frog eye angle di salah satu area wisata di Makassar, Selasa, mengakui, benar baru semalam (14/6) menerima sertifikat penguji kompetensi wartawan dari BNSP, selama ini saya juga pemegang sertifikat penguji kompotensi wartawan dari Dewan Pers.
Dia menguraikan, sebagai pengajar (trainer) kewartawanan, selain harus menguasai ilmu jurnalistik dan komunikasi, juga harus mengikuti trend global (kecenderungan dunia) yang terjadi saat ini.
Jurnalistik dan komunikasi, baik sebagai ilmu maupun profesi selalu mengikuti trend global tanpa sekat jarak, ruang dan waktu serta terus mengikuti pekembangan teknologi komunikasi.
Sebagai pekerjaan (profesi), trend global juga harus disesuaikan. Artinya selain wartawan harus multitaskin, mereka juga harus bekerja dengan standar dan kompetensi internasional. Nah, sistem kompetensi yang diakui dunia itu ada pada BNSP.
Dua alur yang tidak sama yakni sertifikasi kompeten dari BNSP mewajibkan kerja kompeten tanpa kesalahan sehingga “kecelakaan” politisasi pers maupun kriminalisasi pers di kesampingkan. Artinya kompeten adalah tanpa kesalahan dan internasionalpun memiliki pemahaman yang sama, sehingga sertifikat kompeten BNSP diakui internasional.
BNSP bukan organisasi atau dibentuk oleh kumpulan organisasi, melainkan dibentuk oleh negara melalui undang undang dan peraturan pemerintah serta masuk dalam lembaran negara serta bersifat general (umum) dan tidak mengenal istilah konstituen.
Sertifikat Kompeten dari Dewan Pers menurut pemahaman saya, lanjut Fredrich yang juga Ketua Forum Pimpinan Redaksi Sulawesi Selatan adalah kompeten yang nasional disertai perlindungan hukum bila terjadi delik pers dari suatu pemberitaan dan disitu ada verifikasi serta rekomendasi dari Dewan Pers untuk penyelesaian delik tersebut.
Dalam pola Uji Kompetensi Wartawan, BNSP menggunakan dua metode yaitu Metode Observasi dan Metode Portofolio didukung wawancara untuk pembuktian unjuk kerja dengan prinsip kompeten adalah tidak terjadi kesalahan dalam mekanisme kerja di lapangan.
Dalam hal ini BNSP tidak mentolerir kesalahan saat pelaksanaan kerja profesi. Bila salah (terjadi delik pers) maka harus melakukan uji kompetensi ulang, artinya asesi belum kompeten, sehingga sertifikat kompetensi versi BNSP tetap dapat menjadi alat bukti hukum.
Sedangkan Uji Kompetensi Wartawan di Dewan Pers hanya menggunakan satu metode yakni metode Observasi didukung wawancara untuk pembuktian unjuk kerja.
Melalui dua sertifikat penguji kompetensi wartawan dari BNSP dan DP, maka lembaga pelatihan jurnalistik yang saya pimpin, ucapnya, tetap dapat memandu pra uji kompetensi wartawan untuk semua wartawan di tanah air, sekaligus dapat mengujinya tanpa sekat konstituen. Siapapun wartawan tersebut baik konstituen DP maupun siapa saja yang bekerja dan mengaku diri sebagai wartawan.
Artinya, bila anda mengaku wartawan atau pekerja pers, maka segeralah sertifikatkan kompetensimu, ujar Fredrich yang juga mantan General Manager (GM) Perum LKBN ANTARA. .
Saya berharap ke depan, lanjutnya, semua lambaga penguji kompetensi di tanah air menjadi Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Bila itu terjadi, maka wartawan kompeten Indonesia sangat dasyat sebab berstandar internasional, sekaligus mendapat perlindungan hukum jika terjadi “kecelakaan” delik pers, karena di negara lain tidak seperti itu. Kompeten ya kompeten, masalah hukum ya masalah hukum. Penanganannya terpisah.
Hal itu sekaligus menghilangkan kebingungan wartawan tentang sertifikasi kompetensi wartawan dari BNSP dan DP. Semoga wartawan Indonesia mendapat yang terbaik dari perkembangan yang terjadi saat ini, ucapnya. (AI/MK).